Sabtu, 16 Februari 2013

Aswattama dan Nabi Ibrahim


Aswatama anak seorang Brahmana yang bernama Pendeta Drona, yang menjadi gurunya  pangeran Kuru (Pandawa dan Korawa). Aswatama beribukan Dewi krepi, yang menurut legendanya adalah jelmaan Bidadari Wilotama. Diberi nama Aswatama karena bentuk telapak kaki nya mirip telapak kaki kuda (tidak punya jari-jari kaki), dan berambut seperti rambut kuda.  hal ini dikarenakan, ketika awal mengandung dirinya, Konon Dewi Krepi/Wilotama sedang beralih rupa menjadi Kuda Sembrani dalam upaya menolong Bambang Kumbayana ( nama Resi Drona sewaktu muda), menyeberangi lautan.

Dalam dunia wayang Aswatama dikenali dengan ciri-ciri :  bermata kedondongan putih, berhidung mancung serba lengkap, berketu udeng dengan garuda membelakang, bersunting kembang kluwih panjang, berkalung putran berbentuk bulan sabit, bergelang, berpontoh, dan berkeroncong. Berkain, tetapi tidak bercelana panjang dan bentuk telapak kakinya seperti telapak kaki kuda (tidak punya jari-jari kaki) dan bersurai

Kamis, 14 Februari 2013

Membaca Bhagawad Gita=Sembahyang

Adhyesyate ca ya imam dharmyam samvadam avayoh,
jnyanayadnyena tena'ham istah syam iti me matih.
(Bhagawad Gita XVIII.70)



Artinya :



Dia yang selalu membaca percakapan suci ini (Bhagawad Gita), Aku anggap dia menyembah-Ku dalam wujud Jnyana Yadnya (Yadnya dengan ilmu pengetahuan).



Membaca Bhagawad Gita serta meresapi arti yang terkandung didalamnya  sama dengan sembahyang memuja Hyang Widdhi Wasa . Setiap hari membaca Bhagawad Gita merupakan pemujaan kepada Hyang Widdhi dengan jalan  Jnyana Yadnya. Apa yang dinyatakan dalam  Bhagawad Gita itu adalah sabda Hyang Widdhi  yang harus dipercaya dan dilaksanakan.



Syair suci Bhagawad Gita, dikidungkan dengan metrum Anustup,  yaitu sejenis wirama/kekawin/syair bahasa Sansekerta dengan suku  kata berjumlah delapan. Kalau tepat cara melantunkan syairnya dapat menggetarkan bioton-bioton/partikel-partkel alam yang ada di sekitar kita hingga mampu menembus alam kedewatan.



Dengan alunan kidung suci dengan metrum anustup dapat pula menyejukan alam sekitar termasuk yang mendengar alunan kidung suci ini, Srinuyad api yo narah,so’pi muktah subham lokam prapnuyat punya karmanam (BG.XVIII.71)/walaupun hanya mendengar alunan suci ini ia juga akan terbebaskan, mencapai dunia kebahagiaan dan akan mencapai kebajikan dalam berperilaku/karma.



Dengan membaca atau mendengar orang membaca Bhagawad Gita keragu-raguan dalam berbuat menjadi hilang, kekacauan pikiran menjadi musnah, ingatan akan tanggung jawab menjadi pulih. seperti yang dialami oleh Arjuna dan dinyatakan oleh Arjuna dalam BG. XVIII.73 berikut :



Nasto mohah smritir labdha, twatprasadan maya ‘cyuta, sthito’smi gatasamdehah krisye wacanam tuwa



Kekacauan pikiranku telah musnah, ingatan ku telah pulih kembali, karena rakhmat-Mu  aku berdiri tegak, keragu-raguanku telah lenyap dan aku akan bertingak sesuai dengan perintah-Mu.



Membaca sloka demi sloka pustaka Bhagawad Gita sama dengan sembahyang. Hal ini  jangan disalah artikan bahwa kalau sudah membaca Bhagawad Gita tidak perlu lagi sembahyang. Membaca Bhagawad Gita hendaklah di mengerti arti tiap sloka-slokanya dan sekaligus diterapkan atau dilaksanakan setiap perintah-perintahnya. Sehingga tidak ada dikotomi antara membaca Bhagawad gita dengan kewajiban umat Hindu yang lain.



Bahwa intisari dari perintah Bhagawad Gita terletak pada sloka XVIII. 5 yang berbunyi sebagai berikut :



Yajno dana tapah karma na tyajyam karyam ewa tat, yajno danam tapas cai’wa pawanani manisinam



Beryadnyaa, berdanapunia, bertapabrata dan berkarma (yang baik)  jangan diabaikan, melainkan harus dilakukan sebab dengan beryadnya berdanapunia bertapabrata adalah untuk mensucikan diri bagi orang arif bijaksana.



Jadi Sembahyang dan membaca Bhagawad Gita sambil berdana punia dan mengendalikan diri (tapabrata) dan berperilaku subha karma, seyogianya dipadukan,  sehingga apa yang dijanjikan dalam Bhagawad Gita dapat tercapai.



Kalau diringkaskan perintah Bhagawad Gita mencakup :

1.      Selalu ber sembahyang dan memusatkan pikiran kepada Hyang Widdhi ( BG. XVIII.65)

2.      Berlindung hanya kepada Hyang Widdhi (BG.XVIII.62)

3.      Yadnya : melaksanakan yadnya sebagai wujud bhakti kepada  Hyang Widdhi.(BG.XVIII.5)

4.      Dana : Berdanapunia (bersedekah) di tempat-tempat yang pantas misalnya di Pura atau di panti-panti asuhan, panti-panti jompo dan daerah bencana (BG.XVII.20)

5.      Tapa :Pengendalian diri terhadap  pikiran, kata-kata, perbuatan, makan, minum dan nafsu birahi (BG. XVII.14-16 dan  BG.V.23)

6.      Berperilaku subhakarma, menjauhkan diri dari sad ripu dan sad atatayi

7.      Apapun yang engkau kerjakan, apapun yang engkau dermakan, tunjukkan sebagai bhakti kepada Hyang Widdhi.

8.      Selalu membaca kitab suci Bhagawad Gita  atau  mendengarkan orang membaca Bhagawad Gita (BG.XVIII. 70-71)

9.      Menjauhi tiga jalan ke Neraka yaitu : Kama/nafsu seksual, Krodha/marah  dan lobha/serakah  (BG. XVI.20) dan selalu berbuat untuk kemuliaan Atma.

10.  Jangan meninggalkan Weda (sastrawiddhim), karena meninggalkan Weda (= meninggalkan agama Hindu) tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan, kebahagiaan dan tujuan tertinggi yaitu sorga atau Moksa. (BG.XVI.23)

11.  Jangan mencari Dewa-dewa lain/Tuhan lain selain Tuhannya Agama Hindu (BG. VII.20), Karena dengan harapan yang sia-sia, perbuatan yang sia-sia dan tanpa kesadaran mereka mengikuti jalan keliru oleh pengaruh jahat Raksasa dan Asura (=setan) yang menyesatkannya (BG. IX.12)



Sebagai penutup saya kutipkan BG. VII.20



Karmais tair-tair hritajnanah,  prapadyante ‘nyadewatah, tam-tam niyamam asthaya, prakrtitya niyatah swaya



Mereka yang dikendalikan oleh nafsu duniawi, oleh karena pengetahuannya yang keliru, pergi ke tempat pemujaan dewa-dewa lain ( selain dewa-dewa Hindu.  red.), mereka itu berpegang pada aturan  menurut cara-cara mereka sendiri.





Tulisan ini disarikan dari :  

Kitab Bhagawad Gita yang dturunkan oleh Hyang Widdhi wasa dalam manifestasi sebagai Awatara Wisnu ( Sri Krisna= Narayana= Paramabrahma= Purusautama=  Maha Iswara)  kepada Arjuna yang dilihat dan  dicatat oleh Maharsi Wiyasa. 





Sabtu, 09 Februari 2013

TERCIPTANYA LANGIT BUMI DAN MANUSIA

Pada mulanya alam semesta ini kosong, yang ada hanya Brahman,zat tertinggi yang berada dalam keadaan tenang,kekal, masih belum ada gerak sedikitpun. Suatu saat Brahman tidak lagi berada dalam keadaan tenang, mulai timbul daya atau tenaga didalamnya yang disebabkan oleh saktinya. Brahman yang tidak berada dalam keadaan tenang lagi disebut Purusautama(Purusottama). Purusottama adalah zat tertinggi yang sudah timbul zat penggerak didalamnya. Purusottama merupakan perkembanagan pertama Brahman. Dimana Brahman tidak lagi berada dalam keadaan yang tenang secara kekal, tenang secara mutlak, tetapi telah menjadi aktip.
Purusottama mempunyai dua aspek  yaitu : aspek yang tidak dijelmakan,yaitu aspek yang tenang dan tidak berubah serta aspek yang dijelmakan. Selain mempunyai dua aspek, purusottama juga mempunyai dua kodrat/tabiat, yaitu : kodrat yang lebih tinggi (para) dan kodrat yang lebih rendah (apara). Dari kodrat yang lebih tinggi itu kemudian muncul Purusa atau jiwa yang ada di dunia yang terbatas ini, sedang dari kodrat yang lebih rendah (apara) kemudian timbul prakirti atau asas badani yang selanjutnya menimbulkan perubahan-perubahan alam dengan segala sebab-akibatnya. Segala aktivitas bersama purusa dan prakirti itulah mewujudkan bahan yang menyusun Dunia ini.
Prakirti mengandung didalamnya Triguna, atau tiga sifat alam yaitu ; Sattwam, Rajas dan Tamas(BG.XIV.5). Sattwam adalah hakekat segala sesuatu yang memiliki sifat-sifat terang dan menerangi. Unsur inilah yang menimbulkan segala hal yang baik dan yang menyenangkan. Rajas adalah sumber aktivitas dan pengembangan oleh karenanya menjadi sumber kesusahan dan penderitaan. Tamas adalah kekuatan yang menentang segala aktivitas, sehingga menimbulkan segala keadaan apatis, acuh tak acuh, malas dan masa bodoh/tidak hirau.(BG.XIV.6-8)
Semula ketiga guna itu berada dalam keseimbangan, oleh karena itu prakirti berada dalam keadaan tenang. Ketika keseimbangan kekuatan dalam prakirti ini terganggu, terjadilah gerak dan berkembanglah prakirti. Gangguan keseimbaangan itu terjadi manakala purusa berhubungan dengan prakirti, oleh karena perangsangan dari purusa. Perkembangan purusa dan prakirti ini menciptakan Alam semesta dengan segala isinya yang keluar dari prakirti. Sebaliknya, karena hubungan ini prakerti mengubah bentuk purusa menjadi jiwa perorangan di dalam dunia. Prakerti menahan purusa dan membelengunya dalam tubuh.
Pada saat purusa dan prakirti bertemu,maka keseimbangan triguna terganggu. Dalam tahap pertama dari perkembangan itu, Sattwam lebih berkuasa daripada rajas dan tamas. Oleh karenanya hal-hal yang dihasilkan adalah hal-hal yang didominasi oleh sattwam, yaitu terang dan menerangi yang pertama  timbul dari prakirti adalah, Mahat atau “yang agung”. Mahat adalah benih dunia ini. Segi kejiwaan atau segi psikologisnya disebut Buddhi yang memiliki sifat-sifat kebajikan (dharma), pengetahuan (Jnana), tidak bernafsu (Wairagya) dan ketuhanan (Aiswarya). Mahat adalah azas kosmis sedangkan buddhi adalah azas psikologis,sat halus dari segala proses mental, kecakapan untuk membedakan obyek atau hal-hal yang bermacam-macam serta menerimanya seperti apa adanya. Fungsinya untuk mempertimbangkan serta memutuskan segala yang diajukan oleh alat-alat yang lebih rendah dari padanya. Buddhi adalah unsur kejiwaan yang tertinggi, instansi terakhir bagi segala macam perbuatan moril dan intelektual.
Dari Buddhi(mahat) timbullah ahamkara, yaitu azas individuasi, azas yang menimbulkan individu-individu. Karena ahamkara maka segala sesuatu memiliki latar belakangnya sendiri-sendiri. Dari segi kosmis, timbullah subyek dan obyek yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri.  Dari segi jiwani, timbullah “ego” manusia.
Setelah ahamhara perkembangan Prakirti menuju dua jurusan, yaitu jurusan kejiwaan dan jurusan kebendaan/fisik. Pada jurusab kejiwaan,Sattwam lebih berkuasa dibandingkan Rajas dan Tamas. Sedang pada jurusan kebendaan/fisik,Tamas lebih dominan dibandingkan Sattwam dan Rajas. Dalam  kedua jurusan ini Rajas semata-mata befungsi sebagai penyeimbang dan memberikan dinamika kepada keduanya.
Pada perkembangan kearah kejiwaan, yang pertama-tama berkembang adalah manas, yaitu pusat yang bekerjasama dengan indera-indera. Tugas manas adalah mengkoordinir perangsangan-perangsangan inderawi, mengaturnya dan meneruskannya kepada ahamkara dan buddhi. Sebaliknya manas juga  bertugas meneruskan putusan-putusan kehendak buddhi kepada alat-alat yang lebih rendah. Buddhi,ahamkara dan manas ini bersama-sama disebut antahkarana(alat batin).
Perkembangan kejiwaan kedua adalah panca indera (budhendriya atau jnanendriya)  yaitu : penglihatan,pendengaran,penciuman,perasa dan peraba.
Perkembangan kejiwaan yang ketiga disebut panca karmendriya/indera untuk berbuat, yaitu: indera : daya untuk berbicara, daya untuk memegang, daya untuk berjalan, daya untuk membuang kotoran dan daya untuk membuang benih.
Perkembangan kebendaan/fisik, menghasilkan asas dunia. Perkembangan ini melalui dua tahap. Tahap pertama terbentuk lima anasir yang masih halus disebut Panca tanmatra yaitu: sari suara, sari raba, sari warna, sari rasa dan sari bau. Perkembangan tahap selanjutnya adalah kombinasi anasir-anasir halus ini menimbulkan Panca Maha Buta yaitu;  tanah ( pertiwi ), api (teja/agni ), air (apah ), udara (bayu ) dan ruang ( akasa ).
Akhirnya dari anasir-anasir kasar ini berkembanglah Alam semesta beserta seluruh isinya, bumi dengan gunung-gunungnya, dengan sungai-sungainya, pohon-pohonnya, binatang-binatangnya dan manusia-manusia. Semuanya merupakan hasil evolusi purusa dan prakirti.
Perkembangan yang terakhir ini berbeda dengan perkembangan yang pertama, yang mulai dari mahat sampai hingga anasir kasar. Perkembangan terakhir ini tidak menimbullkan asas-asas baru, seperti yang terjadi pada mahat,ahamkara dan buddhi, dimana setiap kali ada asas baru yang dilahirkan. Anasir kasar tetap berada didalam segala sesuatu yang dihasilkan. Di dalam perkembangan yang terakhir ini terjadi bermacam-macam perubahan  pergantian dalam batas-batas suatu masa (misalnya sebatang pohon tumbuh, hidup, mati, dan diuraikan kembali kepada anasir yang menyusunnya yaitu : tanah ( pertiwi ), api ( teja ), air ( apah ), udara ( bayu ) dan ruang (akasa).
Akan tetapi anasir perkembangan yang pertama yaitu yang mulai dari mahat hingga anasir kasar selalu tetap, senantiasa ada sepanjang perputaran masa dan hanya akan terurai pada akhir perputaran waktu.
Segala sesuatu yang didominasi oleh tamas, kebanyakan termasuk dunia benda, termasuk tubuh manusia, berifat badani/fisis. Segala sesuatu yang didominasi oleh sattwam, juga bersifat badani/fisis sebab sama-sama berasal dari prakirti.  Yang membedakan adalah kodratnya yang halus sehingga segala sesuatu yang didominasi oleh sattwam akan membantu purusa dalam menyatakan obyek-obyek di luar, sebab purusa bersifat pasif. Aktivitas yang didominasi sattwam diperlukan bagi syarat hidup mental.
Seluruh peralatan yang terdiri dari atangkara (alat batin) dengan seluruh alat bantunya seperti panca indera dan panca tanmatra semuanya bersifat badani dan menjadi syarat mutlak bagi purusa  untuk mendapatkan pengalaman. Semuanya itu bersifat khusus pada tiap orang, dan menyertai orang dalam seluruh kehidupannya di dunia ini dan disebut lingga sarira ( tubuh halus ). Tubuh ini akan terpisah dari seseorang jika ia mati. Tubuh ini hanya dapat dipisahkan secara sempurna jika ia  telah mendapatkan kelepasa yang sempurna.
Sedangkan tubuh yang tampak disebut sthula sarira (tubuh kasar), yang terdiri dari Panca Maha Buta yaitu : tanah ( pertiwi ), air ( apah ), api ( teja ),     udara ( bayu ) dan ruang ( akasa ).
 Purusa tidak berganda, kekal, tidak berubah,tidak mengalami perubahan tempat maupun bentuk,  bersifat pasif.  Dalam hubungannya dengan prakirti, purusa terpenjara didalam prakirti, sehingga purusa tidak dapat mengenal ataupun menghendaki sesuatu dalam arti umum, kecuali purusa dibantu oleh alat-alat batin. Purusa hanya bertindak sebagai penonton. Sedangkan prakirti, bersifat kompleks, dinamis, selalu mengalami perubahan.
Jadi dari uraian diatas dapat diringkaskan bahwa Brahman menciptakan Purusottama ( Purusa utama), Dari Purusa utama lahirlah Purusa dan Prakirti, dan dari keduanya ini terciptalah Alam Semesta beserta isinya. Jadi Alam semesta beserta isinya tercipta atas kehendak  Brahman.

Penciptaan Manusia

Pancamahabhuta berbentuk Paramānu, atau benih yang lebih halus daripada atom. Pada saat penciptaan, Pancamahabhuta bergerak dan mulai menyusun alam semesta dan mengisi kehampaan. Setiap planet dan benda langit tersusun dari kelima unsur tersebut, namun kadangkala ada salah satu unsur yang mendominasi. Sari-sari Pancamahabhuta menjadi Sadrasa, yaitu enam macam rasa. Unsur-unsur tersebut dicampur dengan Citta, Buddhi, Ahamkara, Dasendria, Pancatanmatra dan Pancamahabhuta. Dari pencampuran tersebut, timbulah benih makhluk hidup, yaitu Swanita dan Sukla. Pertemuan kedua benih tersebut menyebabkan terjadinya makhluk hidup.
Kehidupan dimulai dari yang paling halus sampai yang paling kasar. Sebelum manusia diciptakan, terlabih dahulu Brahman dalam wujud sebagai Brahma, menciptakan para gandharwa, pisaca, makhluk gaib, dan sebagainya. Setelah itu terciptalah tumbuhan dan binatang. Manusia tercipta sesudah munculnya tumbuhan dan binatang di muka bumi. Karena memiliki unsur-unsur yang menyusun alam semesta, maka manusia disebut Bhuwana Alit, sedangkan jagat raya disebut Bhuwana Agung.
Menurut kepercayaan Hindu, manusia pertama adalah Swayambu Manu. Nama ini bukan nama seseorang, melainkan nama spesies. Swayambu Manu secara harfiah berarti "makhluk berpikir yang menjadikan dirinya sendiri
Alam semesta beserta isinya yang tercipta atas kehendak Brahman, sudah barang tentu mengandung didalamnya zat yang nyata juga. Sekalipun dunia mengandung didalamnya unsur zat yang mutlak, namun kurang nyata, jika dibanding dengan Brahman itu sendiri. Karena kurang nyata maka dunia ini memiliki sifat yang dapat menyesatkan.
Karena proses penciptaan  ini, Brahman atau zat yang tertinggi masuk kedalam alam semesta ini dan mendukungnya dan berada di dalam segala yang ada. Tuhan berada dalam segala sesuatu dan menjadi azas dan hakekat segala sesuatu.
            Oleh karena Tuhan adalah imanent, berada di dalam segala sesuatu, maka Tuhan juga berada di dalam Manusia. Tiap jiwa perorangan ( atma ) mendapat bagian dalam Atman yang ilahi atau dalam purusottama.
Sekalipun Tuhan ada dalam diri manusia yaitu dalam atma atau berasal dari  purusanya, namun Tuhan tidak ikut serta dalam segala tindakan manusia, sebab Purusa dalam diri manusia hanya bersifat sebagai penonton saja. Disitu ia berada dalam keadaan yang sempurna, tidak ada hubungannya dengan segala aktivitas manusia.
Akan tetapi didalam manusia ada yang disebut ahamkara, yaitu azas keakuan manusia, yang menyangkutkan manusia dengan dunia luar. Oleh karena ahamkara inilah manusia dikaburkan pandangannya, termasuk mengenai purusa. Akibatnya purusa mengira diikat oleh prakirti karena trigunanya, sehingga purusa mengira bahwa ia sendirilah yang berbuat, bahwa ia mendapat bagian  dalam proses yang berlangsung di dalam prakirti dan dilakukan oleh prakirti. Demikianlah manusia menjadi korban ajnana/ketidak tahauan. Berada dalam Awidya/kegelapan.

Berikut ini seloka-seloka Bhagawad Gita pendukung Penciptaan Bumi Alam Semesta dan Manusia :

Semua mahluk datang pada Prakerti-Ku pada akhir peredaran kalpa, o Arjuna, dan pada permulaan kalpa yang berikutnya Aku cipta mereka kembali.(BG.IX.7)
Aku cipta berkali-kalidari prakerti-Ku seluruh mahluk ini, tanpa kehendak mereka dengan kekuatan Prakerti-Ku.(BG.IX.8)
Dan karma ini tidak mengikat Aku, sebab Aku duduk seolah-olah acuh tak acuh,tidak tersangkut denganperbuatan ini .(BG.IX.9)
Alam semesta ini dibawah pengawasan Prakerti-Ku, menjadikan segala sesuatu yang bergerak dan tidak bergerak, dengan ini dunia berputar (BG.IX.10)
Tanah, air,api, udara, akasa,budhi,manah,ahamkara, merupakan delapan unsur alam-Ku (BG.VII.4)
Inilah sesungguhnya Prakirti yang lebih rendah dan ketahuilah yang lebih tinggi adalah unsur hidup yaitu jiwa yang mendukung alam semesta ini (BG.VII.5)
Ketahuilah bahwa semua mahluk adanya berasal dari garba ini. Aku adalah asal mula dan peleburnya. (BG.VII.6)
Ketahui juga olehmu bahwaPrakirti dan Purusa kedua-duanya tanpa mula dan ketahui pulalah bahwa perobahan dan triguna terlahir dari Prakerti juga (BG.XIII.19)
Prakerti diebut sebagai sebab terciptanya alat, sebab akibat dan Purusa dikatakan sebagai sebab adanya pengalaman suka dan duka (BG.XIII.20)
Purusa duduk dalam Prakerti mengalami Triguna yang ada pada Prakerti sendiri dan ikatan dengan atribut menimbulkan akibat kelahiran baik-buruknya pada Garbha. (BG.XIII.21).
MahaPurusa yang ada dalam badan bertindak sebagai saksi,pengawas,pendukung yang mengalami, penguasa tertinggi, Parama Atman. (BG.XIII.22)

Disarikan dari
      1.     Harun Hadiwijono: Sari Filsafat India,BPK Gunung Mulya,Jkt. 1989
      2.     Gede Puja: Bhagawad Gita, Mayasari, Jkt. 1985/1986
      3.     www.wikipedia indonesia> penciptaan bumi dan manusia menurut Hindu

REINKARNASI : HUKUM KEKEKALAN ENERGI DAN CARA MENGHINDARINYA

Pengertian Reinkarnasi

Reikarnasi berarti kelahiran yang berulang-ulang atau disebut juga numitis kembali  atau Samsara/ punarbhawa. Di dalam Weda disebutkan bahwa  : Penjelmaan jiwatman yang berulang-ulang di dunia ini atau di dunia yang lebih tinggi disebut Samsara,  Kelahiran yang berulang-ulang ini membawa Karma- Bakti-Danapunia dan Tapa kita sebelumnya, akibatnya terjadilah  suka dan duka. Reinkarnasi  terjadi karena Jiwatman masih terikat oleh hal-hal duniawian yaitu :  kenikmatan,  makan, minum, sex, harta dan kekuasaan

Reinkarnsi merupakan kesimpulan atas semua karma

Reinkarnasi merupakan bentuk perputaran Karma,  Setiap mahluk yang hidup  pasti akan mengalaminya. Reinkarnasi merupakan kesimpulan atas semua Karma-Bhakti-Danapunia dan Tapa yang telah dilakukan dalam suatu siklus kehidupan.  Baik buruknya perbuatan (karma) serta kwalitas Bhakti nya terhadap Hyang Widdhi akan menentukan  kwalitas kehidupan pada reinkarnasi berikutnya.

Reinkarnasi merupakan hukum kekekalan energi

Bahwa setelah kematian, badan jasad beserta Dzat hidup yang ada dalam badan (Jiwatman)  tidak musnah melainkan hanya berubah sampai mencapai kesempurnaan.  Reinkarnasi telah dibuktikan dengan hukum kekekalan energi oleh James Prescott Joule, seorang ahli fisika berkebangsaan Inggris yang namanya di abadikan menjadi satuan energi. Hukum kekekalan Energi Joule berbunyi sebagai berikut :

 “Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, energi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya”. 

Sedangkan Hukum Reinkarnasi yang tertulis di kitab Bagawad Gita, yang turun di medan perang Kurusetra tahun 3138 SM dan dicatat oleh Maharsi Wiyasa mengatakan sebagai berikut :


  1. Apa yang tidak ada tidak akan pernah ada, dan apa yang ada tidak akan berhenti ada keduanya telah dimengerti oleh mereka yang mampu melihat hakekat pertama (BG.II.16)

  2. Demikian juga tidak pernah ada saat dimana Aku, Engkau dan para pemimpin ini tidak ada, dan tidak akan ada saat dimana kita akan berhenti ada sekalipun sesudah mati (BG.II.12)

  3. Ini tidak pernah lahir pun tidak pernah mati atau setelah ada tidak akan berhenti ada, ini tidak dilahirkan, kekal, abadi yang sejak dahulu Dia tidak mati pada saat badan jasmani ini mati (BG.II.20)

Hukum kekekalan energi dan hukum reinkarnasi setuju bahwa zat atau materi itu tidak pernah musnah, melainkan hanya berubah, dari satu materi ke materi lain atau dari energi ke materi lain, atau dari materi ke energi lain, atau dari energi ke energi lain, atau dari kehidupan ke kehidupan lain.



Sedangkan Dzat Hidup yang ada dalam badan mahluk hidup tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah mati.  Atau setelah ada tidak akan pernah berhenti ada. Ya tidak dilahirkan, kekal, abadi sejak dahulu. Dia tidak mati pada saat badan ini mati (BG.II.20)



Sebagaimana halnya orang menanggalkan pakaian yang telah dipakai dan menggantikannya dengan yang baru, demikian pula halnya Jiwatman meninggalkan badan yang telah dipakai dan memasuki jasmani yang baru.(BG.II.22)



Demikian juga halnya dengan kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya,  manusia dan mahluk hidup lainnya tidak akan pernah musnah melainkan hanya berubah. Meski manusia atau mahluk hidup telah mati, tetapi Jiwatman-nya tetap hidup untuk mencari kehidupan baru. Badan dan tubuhnya kemabli ke Panca  Bhuta :  yang berasal dari air (apah) kembali menjadi air, yang berasal dari tanah (pertiwi) kembali menjadi tanah, yang berasal dari panas/api (Teja) kembali menjadi panas/api yang berasal dari udara (Bayu) kembali ke udara yang berasal dari ruang  (akasa) kembali ke akasa dan sedang Dzat Hidup-nya yaitu Jiwatman-nya kembali mencari bentuk baru untuk menyempurnakan diri, terus berulang-ulang bersiklus sampai suatu saat sang Jiwatman nya benar-benar sempurna untuk bisa kembali ke asalnya yaitu Hyang Widdhi Wasa



Reinkarnasi :  Kesempatan untuk memperbaiki Bhakti, Danapunia,Tapabrata dan Karma



Keyakinan terhadap Reinkarnasi ini yang berhubungan erat  dengan Karma -Bakti, Danapunia dan Tapa  akan membuat setiap umat manusia  memperbaiki kwalitas hidupnya. Karena  kehidupan sekarang ini merupakan kesempatan yang baik untuk memperbaiki diri.  Hidup di dunia saat ini hanya untuk mampir ngombe. Sehingga Karma, Dana, Tapa dan Bhakti  perlu ditingkatkan kwalitasnya.



Dalam Bagawad Gita XVIII.5 Sri Krisna memerintahkan setiap manusia untuk selalu melaksanakan Empat  hal dan tidak boleh mengabaikannya  yaitu : 



1.      Beryadnya   Sebagai wujud berbakti kepada Hyang Widdhi

2.      Dana ( ber-dana-punia/sedekah),

3.      Tapa /Pengendalikan diri,  pengendalian  terhadap pikiran, perkataan, perilaku, makan, minum dan nafsu seksual

4.      Karma  ( perilaku yang baik/subakarma).



Yajna  dana tapah karma  na  tyajyam  karyam  ewa tat,  Yajno danam tapas cai’wa Pawanani manisinam (BG.XVIII.5)



Beryadnya, berdanapunia,  bertapabrata    dan karma,  jangan diabaikan melainkan harus dilakukan,  sebab ber-yadnya,ber-danapunia dan ber-tapabrata adalah cara untuk mensucikan diri bagi orang bijaksana



Reinkarnasi bisa terjadi dari Sorga dan bisa dari Neraka. Kita bisa melihat berbagai realitas kwalitas kehidupan yang ada di sekitar kita. Ada yang sejak lahir sudah cacat, sakit-sakitan, jelek dan dari keluarga miskin. Dan ada juga dari lahir sudah ganteng/rupawan, kaya, pintar dan lahir dikalangan bangsawan. Ada juga yang rupawan/ganteng dan lahir dari keluarga miskin. Ada juga yang cacat, jelek dan sakit-sakitan  lahir dari keluarga kaya.  Dan ada juga variasi dari hal- hal tersebut diatas, tergantung karma-bakti -Dana dan Tapa-nya pada kehidupan sebelumnya, sehingga reinkarnasi-nya dari sorga tingkat keberapa atau dari neraka tingkat yang ke berapa.



Upaya membebaskan diri dari hukum Reinkarnasi



Supaya dibebaskan dari Reinkarnasi (perputaran karma) maka setiap umat manusia harus selalu mengikuti ajaran Weda (sastrawiddhi) dan selalu melaksanakan perintah-perintah kitab Weda dengan penuh keyakinan dan bebas dari kepentingan duniawi



Ye me matam idam nityam   anustisthanti manawah, sraddawanto ‘na suyanto mucyante te’pi karmabhih  (BG.III.31)                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

Mereka yang selalu mengikuti ajaran-Ku ini dengan penuh keyakinan dan bebas dari kepentingan duniawi akan dibebaskan dari belengu perputaran karma  ( Reinkarnasi)



Sedangkan mereka yang meninggalkan Weda (sastrawiddhimUtsrijya), karena dipengaruhi oleh nafsu duniawi, tidak akan pernah bisa mencapai kesempurnaan (siddhim), kebahagiaan (sukham) dan tidak pernah bisa mencapai tujuan tertinggi (param gatim= Moksa)  (BG.XVI.23) dan pasti akan selalu mengalami reinkarnasi



Dengan selalu mengagung-agung-kan nama-nama Hyang Widdhi, berusaha dengan teguh memegang sumpah, sujud kepada Hyang Widdhi dalam pengabdian dan disiplin jiwa, ber-bhakti kepada Hyang Widdhi. Yang berjiwa mulia, memiliki sifat suci, mengetahui Hyang Widdhi yang tak termusnahkan sebagai sumber segala mahluk, selalu sujud ber-bhakti kepada Hyang Widdhi dengan memusatkan pikiran.(BG.14 & 13)

Dengan selalu melaksanakan Yadnya, ber-Danapunia, mengendalian diri (Tapa) tarhadap pikiran, perkataan, perbuatan, serta mengendalikan diri terhadap makan, minum dan nafsu seksual, serta ber-perilaku (Karma) yang baik, untuk mensucikan diri dan melukat/meruwat segala kesialan/mala.

Pusatkan pikiranmu kepada-Ku, bersembahyanglah hanya kepada-Ku, bersujudlah kepada-Ku, Pujalah Aku selalu, dan setelah engkau mengendalikan dirimu dengan menjadikan Aku sebagai tujuan tertinggi, maka engkau akan tiba kepada-Ku. (BG.IX.34).

  

                                    ==>Mudah-mudahan berhasil <==

                                              ==>Matur Suksme<==

Jumat, 08 Februari 2013

Kerukunan dan Toleransi umat beragama dalam pandangan Hindu

Disampaikan oleh : dr. I Nyoman Mudiarcana

Anggota FKUB Kab. OKU-Sumatera Selatan



Pengantar

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, beraneka ragam ras, bermacam-macam golongan, beragam budaya.  Penduduknya menganut berbagai macam agama serta penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berbeda-beda.  Hal itu merupakan Anugrah dari tuhan YME. Bagaikan pelangi diangkasa, menjadi sangat indah karena disusun oleh berbagai spektrum warna yang berbeda-beda. Atau sebuah taman yang ditumbuhi berbagai macam bunga aneka warna dan tumbuh bermacam-macam pohon beraneka bentuk serta hidup bermacam-macam burung berkicau yang sangat indah.

Namun kalau tidak rukun dan bercerai-berai maka akan menimbulkan kehancuran.  Ruang yang begitu indah akan menjadi porak-poranda dan menimbulkaan penderitaan. Kehancuran dan penderitaan terjadi karena sifat-sifat manusia yang serakah, mudah marah, dan nafsu yang tidak terkendali.  Sifat manusia yang penuh nafsu, serakah dan cepat marah seringkali menimbulkan komplik di masyarakat. Kelalaian dalam  menyikapi setiap komplik kecil dimasyarakat dapat meluas menjadi bentrokan antar suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), sehingga menimbulkan perpecahan yang sangat merugikan kerukunan dan kesatuan bangsa.

Oleh karena itu setiap pemimpin umat beragama, tokoh-tokoh adat, komponen masyarakat lainnya maupun pemerintahan agar selalu mewaspadai, munculnya potensi komplik dilingkungannya. Dapat mendeteksi dan mengambil langkah cepat dalam mengatasi setiap potensi komplik. Dan tetap menjaga Kerukunan Antara umat beragama, suku, ras dan antar golongan.

Kerukunan hidup beragama
                                                                                                                             Kerukunan umat beragama berarti antara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda bersedia secara sadar hidup rukun dan damai.  Hidup rukun dan damai dilandasi oleh toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan dan  bekerjasama dalam kehidupan sosial di masyarakat. Hidup rukun artinya hidup bersama dalam masyarakat secara damai, saling menghormati dan saling bergotong royong/bekerjasama.

Manusia ditakdirkan Hyang Widdhi sebagai makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan rasa aman.

Kitab Weda (Kitab suci Umat Hindu)  memerintahkan manusia untuk selalu menjalankan Tri Hita Karana Yaitu : selalu berbakti kepada Hyang Widdhi,  hidup rukun dengan alam lingkungan, serta hidup rukun dengan sesama umat  manusia.  Dalam menjalin hubungan dengan  umat manusia, diperinthkan untuk selalu rukun tanpa memandang :  ras, kebangsaan, suku, agama, orang asing, pribumi maupun pendatang, dls. Sehingga umat Hindu selalu berdoa sebagai  berikut :

Samjnanam nah svebhih, Samjnanam aranebhih, Samjnanam asvina yunam, ihasmasu ni ‘acchalam.(Atharvaveda VII.52.1

Artinya :

Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang dikenal dengan akrab, Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang asing, semoga Engkau memberkahi kami dengan keserasian (kerukunan/keharmonisan)

Janam bibhrati bahudha vivacasam, nanadharmanam prthivi yathaukasam, sahasram dhara dravinasya me duham, dhruveva dhenur anapasphuranti ( Atharvaveda XII.I.45)

            Artinya :

Semua orang berbicara dengan  bahasa yang berbeda-beda, dan memeluk Agama (kepercayaan) yang berbeda-beda, Sehingga Bumi Pertiwi bagaikan sebuah keluarga yang memikul beban.  Semoga Ia melimpahkan kemakmuran kepada kita dan menumbuhkan penghormatan diantara kita, seperti seekor sapi betina kepada anak-anaknya

Bahkan umat Hindu selalu berdoa untuk keselamatan seluruh mahluk hidup, seperti bait ke 5 Puja Trisandya  yang wajib dilantunkan 3 (tiga) kali dalam sehari oleh umat Hindu yang taat :

Om Ksamasva mam mahadewa, sarwaprani hitangkara, mam moca sarwa papebyah, palayaswa Sadasiwa) yang artinya : Hyang Widdhi ampunilah hamba, semoga semua mahluk hidup (Sarwaprani) memperoleh keselamatan ( hitangkara ),bebaskan hamba dari segala dosa dan lindungilan hamba. (Keterangan. : Mahadewa dan Sadasiwa adalah nama-nama ke-Maha Kuasa-an Hyang Widdhi Wasa/Tuhan YME).

Perintah-perintah Hyang Widdhi  kepada manusia supaya selalu hidup rukun

Didalam pustaka suci weda terdapat perintah-perintah Hyang Widhi tentang hidup rukun diantaranya :

               1.      Tri Hita Karana.                                                              
               2.      Tri Kaya Parisudha,   
               3.       Catur paramita       
               4.      Tat Twam Asi
        
        1.      Tri Hita Karana

  Tri Hita Karana artinya tiga penyebab kebahagiaan yaitu :
1.      Membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widdhi Wasa/ Tuhan YME (Parahyangan)
2.      Membina hubungan harmonis antara manusia dengan manusia tanpa membedakan asal usul, ras, suku, agama, kebangsaan dll. (Pawongan)
3.      Membina hubungan harmonis antara manusia dengan alam lingkungan(Palemahan)

Ketiga-tiga hubungan yang harmonis ini dapat mendatangkan kebahagiaan, kedamaian, kerukunan bagi kehidupan manusia.

2.      Tri Kaya Parisudha
                                                                                                                                                                                              Tri Kaya Parisudha  artinya tiga perilaku yang harus disucikan yaitu :
1.     Manacika Parisudha, yaitu mensucikan pikiran, antara lain: selalu berpikir positif terhadap orang lain, berpikir tenang (manahprasadah), lemah lembut (saumyatwam), pendiam (maunam), mengendalikan diri (atmawinigrahah), jiwa suci/lurus hati (bhawasamsuddir).
2.      Wacika Parisudha, yaitu mensucikan ucapan, antara lain :  berkata yang lemah lembut, berkata yang tidak melukai hati/tidak menyinggung perasaan/tidak menyebabkan orang marah (anudwegakaram wakyam), berkata yang benar(satyam wakyam/satya wacana),  berkata-kata yang menyenangkan (priyahitam wakyam),  dapat dipercaya dan berguna.
3.      Kayika Parisudha, yaitu mensucikan perbuatan, antara lain :     bertingkah laku yang santun,  hormat pada para orang suci/pendeta,   hormat pada para guru,    hormat pada orang yang arif bijaksana,   berperilaku  suci( saucam),   benar (arjawa),  tidak menyakiti/membunuh mahluk lain (ahimsa).

Tri kaya Parisudha merupakan  petunjuk Hyang Widdhi (BG.XVII.14-16) kepada manusia dalam mencapai kesempurnaan Hidup.  Trikaya parisudha diperintahkan  supaya setiap orang selalu berpikir positip terhadap orang lain, berkata-kata yang lemah lembut dan menyenangkan orang lain, serta menghindari berperilaku yang membuat orang lain tidak senang. Melaksanakan Trikaya parisudha untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati harkat dan martabat manusia yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang berkepanjangan di antara sesama manusia.

3.      Catur Paramita

Di samping itu dalam pergaulanya di masyarakat manusia diperintahkan untuk  selalu mendasarkan tingkah lakunya kepada Catur Paramita” yaitu : 
1.      Maitri, mengembangkan rasa kasih sayang. 
2.      Mudhita, membuat orang simpati. 
3.      Karuna, suka menolong.  
4.      Upeksa, mewujudkan keserasian, keselarasan, kerukunan  dan keseimbangan   

4.      Tat Twam Asi

Apabila diterjemahkan secara artikulasi Tat Twam Asi berarti Itu adalah Aku atau kamu adalah aku. Dalam pergaulan hidup sehari-hari  manusia diperintahkan selalu berpedoman kepada Tat Twam Asi, sehingga tidak mudah melaksanakan perbuatan yang dapat menyinggung perasaan bahkan dapat menyakiti hati orang lain dan pada akhirnya menimbulkan rasa iri hati  benci dan kemarahan.  Dengan menganggap orang lain adalah diri kita sendiri, berarti kita memperlakukan orang lain, seperti apa yang ingin orang lain lakukan terhadap kita.

Tat Twam Asi menjurus kepada Tepa Selira atau Tenggang Rasa yang  menuntun manusia dalam berpikir, berkata-kata  dan berperilaku,  sehingga tidak berpikir negatif terhadap orang lain, tidak berkata-kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain,  dan tidak berperilaku  yang dapat merugikan orang lain.

Musuh-musuh dalam diri manusia penyebab terganggunya Kerukunan dan ketentraman :

Ada enam musuh utama dalam diri manusia yang harus dikalahkan untuk meningkatkan spiritualitas manusia, sekaligus bermanfaat menciptakan kerukunan dan kedamaian Umat manusia.  Ke-enam musuh yang ada pada manusia disebut Sad Ripu yaitu :
1.      Kama artinya sifat penuh nafsu indriya terutama nafsu sex.
2.      Lobha artinya sifat loba dan serakah.
3.      Krodha artinya sifat  pemarah/mudah marah.
4.      Mada artinya sifat suka mabuk-mabukan
5.      Moha artinya sifat  angkuh dan sombong.
6.      Matsarya artinya  sifat dengki dan iri hati

Selain enam musuh utama dalam diri manusia yang harus dikalahkan,  adalagi yang disebut Sad Atatayi,  yaitu enam kejahatan yang  membuat manusia menderita, sehingga dilarang untuk dilakukan  yaitu :
1.      Agnida: membakar milik orang lain.
2.      Wisadameracuni dengan racun ( insektisida maupun bahan kimia atau obat-obat terlarang) orang lain atau mahluk lain.
3.      Atharwa: menggunakan ilmu hitam (black magic, misalnya santet, sihir, gendam, leak dll) untuk menyengsarakan orang lain.
4.      Sastraghna: mengamuk atau membunuh .
5.      Dratikrama: memperkosa termasuk juga pelecehan sexual.
6.      Rajapisuna: memfitnah

Dalam Bhagavadgita XVI.21-22. Kama (nafsu sex), krodha (marah) dan lobha (serakah) disebutkan sebagai tiga jalan menuju neraka (Triwidham narakasye’dam), Jalan untuk menuju kehancuran diri (dwaram nasanam atmanah ), sehingga ketiganya harus disingkirkan (tasmad etat trayam tyajet) dari diri manusia. Orang yang bisa membebaskan diri dari Kemarahan, Keserakahan, dan Nafsu sexual yang tidak pantas dan berbuat untuk kemuliaan Tuhan YME akhirnya bisa mencapai tempat yang tertinggi ( sorga bahkan moksa)

Kemarahan atau orang yang marah  dapat  menimbulkan penderitaan bagi orang lain. Kemarahan yang di ujudkan dengan kekerasan,  misalnya membunuh, membakar, mencelakai dan lain sebagainya mengganggu ketentraman dan kedamaian.

Orang yang cepat marah atau sering marah-marah dapat menderita   berbagai  penyakit diantaranya : serangan jantung, hipertensi, stroke dan  radang lambung (maag). Kenapa orang yang sering marah atau cepat marah mudah terserang penyakit tersebut ?,  mekanismenya sebagai berikut :

Pada saat marah,  tonus syaraf simpatis akan meningkat. Syaraf simpatis mempunyai target organ diantaranya di pembuluh darah, jantung dan glandula adrenal dan ginjal.  Pada pemuluh darah menyebabkan penyempitan pembuluh darah, pada jantung menyebabkan denyut jantung meningkat, pada glandula adrenal memacu keluarnya hormon adrenalin yang menyebabkan pembuluh darah menyempit dan jantung berdebar-debar, sedangkan pada ginjal memacu apparatus juxta glomerularis untuk mengeluarkan renin.... dst menyebabkan penyempitan pemuluh darah dan tertimbunnya cairan pada pembuluh darah.   Pembuluh darah menyempit sementara pompa jantung bekerja sangat kuat ditambah tertimbunnya cairan pada pembuluh darah menyebabkan tekanan dalam pembuluh darah sangat tinggi (Hipertensi). Tekanan darah tinggi yang tidak bisa diatasi oleh pembuluh darah bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah, kalau diotak disebut STROKE dan kalau di jantung bisa menyebabkan mati mendadak(SADDEN DEATH). Kemarahan juga memacu syaraf parasimpatis  pada lambung,  sehingga lambung mengeluaran asam lambung,  penyebab    radang lambung (penyakit maag). Oleh karena itu kendalikan kemarahan dengan selalu BERSABAR.

Keserakahan, misalnya:  mengurangi hak orang lain, menggelapkan hak orang lain, korupsi, memindahkan patok/batas-batas tanah, merampas secara paksa hak-hak  orang lain, dll  dapat menimbulkan penderitan pada orang lain. Apabila si korban tidak bisa menerima perlakuan tersebut dapat menimbulkan percekcokan yang ujung-ujungya kerukunan terganggu.

Sedangkan Nafsu seksual  yang tidak pada tempatnya (berzinah) dapat menimbulkan berbagai penyakit kelamin, HIV/AIDS dan bahkan menimbulkan pertengkaran. Oleh karenanya marah, serakah dan nafsu disebut dalam kitab suci Weda(BG. XVI.21 ) merupakan tiga jalan menuju neraka, jalan menuju kahancuran diri (Triwidham narakasye’dam,dwaram nasanam atmanah)

Kerukunan beragama dalam sejarah di Indonesia
                                                                                                                        
Pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia, perselisihan antara sekte-sekte agama Hindu (sekte: Brahmanisme, Waisnawa,  Siwaisme,  Pasupata, Sora, Kala, Sakta,  Bairawa,  Ganapateya dll) dirukunkan oleh Mpu Kuturan.  Mpu Kuturan yang menjabat sebagai penasehat Raja Udayana ( Th.989-1011 M) menggabungkan berbagai sekte keagamaan Hindu yang ada di Bali menjadi tiga sekte besar. Mpu Kuturan memperkenalkan konsep Tri Murti yang diaktualisasikan dalam bentuk Kahyangan Tiga, yaitu : Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem, yang disungsung oleh tiap-tiap Desa pekraman(desa Adat) di Bali.

Perbedaan antara Siwaisme dan Budisme di Indonesia, dirukunkan oleh Mpu Tantular di jaman Majapahit(Th.1380 M) menjadi Agama Siwa-Budha, yang tertuang dalam buku Sutasoma, dimana Purusadha mewakili Siwaisme dan Sutasoma mewakili Budhisme.  Didalam Buku Sutasoma terdapat kalimat  Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa “, artinya : Meskipun berbeda-beda  tetap Satu, tidak ada kebenaran mendua.

Penyatuan sekte-sekte ini tidak bertentangan dengan Weda, kitab sucinya umat Hindu, kitab yang  berasal dari Hyang Widdhi, seperti dinyatakan langsung oleh Hyang Widdhi dalam BG. XV.15  Weda ntakrid wedawid ewa ca ‘hamAkulah pencipta weda dan Aku yang mengetahui isi weda.  Kitab Weda disebut juga  sastrawiddhi/ sastra brahman karena berasal dari Hyang Widdhi/Brahman/Tuhan YME.

Didalam Weda (Rg.Veda I.64.46) terdapat mantra  berikut : Ekam sadvipra bahudha vadanti, yang artinya : Ia adalah Esa (Ekam Sad=Ia Satu/Esa). Para bijaksana(Vipra=orang bijak) menyebut dengan berbagai nama (bahudha vadanti=menyebut dengan berbagai nama ).

Penyatuan Siwa-Budha tidak otomatis membuat umat Budhis menjadi Siwaisme atau sebaliknya penganut Siwaisme menjadi Budhis. Penyatuan hanya dalam tataran sosial kemasyarakatan.Dengan konsep agama Siwa-Budha para  menganut Siwaisme dan Budhisme bisa hidup rukun, meski tetap dalam perbedaan tata cara ritual, tempat ibadah maupun penyebutan terhadap nama Tuhan Yang Maha Esa. 

Bahkan saat upacara besar seperti Tawur Agung ke Sanga, menjelang tahun baru Saka/NYEPI),  ke empat Pendeta yaitu, Pendeta Siwa, Pendeta Waisnawa, Pendeta dari Brahmanisme dan Pendeta Buddha secara bersama-sama muput upacara Tawur Agung Kesanga.



Untuk mendapat gambaran lebih  lanjut,  di bawah ini akan disampaikan beberapa mantra/sloka Kerukunan yang terdapat dalam Kitab Weda : 

1.      Mantra-mantra yang memerintahkan manusia saling mencintai satu dengan lainnya, berkata-kata yang lembut, menahan nafsu dan amarah dan pengendalian diri/pengendalian indriya.

Wahai umat manusia, Aku memberimu sifat-sifat ketulusan, keikhlasan, mentalitas yang sama dan perasaan berkawan tanpa kebencian (permusuhan). Seperti halnya induk sapi mencintai anak-anaknya yang baru lahir, begitulah seharusnya kalian saling  mencintai satu sama yang lain.( Sahrdayam sammanasyam, avidvesam krnomi vah, anyo anyam abhi haryata,  vatsam jatam ivighnya) ( Atharvaveda III. 30.1)

Wahai umat manusia, berbicaralah dengan kata-kata yang lebih manis dari pada mentega dan madu yang dijernihkan (Ghrtat svadiyo madhunas ‘cavovata)   ( Rg.veda. VIII.24.20)

Seseorang yang berbicara dengan kata-kata yang manis menerima berkah (dari Hyang   Widdhi ) (Apnoti sukta vakena asisah )( YayurvedaXIX.29)

Dia yang dapat menahan nafsu birahi dan amarah didunia ini, sebelum meninggalkan jasad raganya, dia adalah Yogi, dia adalah orang yang bahagia. (Saknoti ‘hai wa yah sodhum,  prak sarira wimoksanat, kamakrodhadbhawam  wegam, sa yuktah  sa sukhi ’narah). (Bhagavadgita V.23)

Menguasai panca indriya, perasaan dan pikiran, seseorang Muni yang berhasrat mencapai kelepasan (moksa), membuang jauh-jauh nafsu, takut dan murka/marah,  mereka akan mencapai moksa. ( Yatendriya mano bhuddir, munir moksaparayanah,   wigateccha bhaya krodha, yah sada mukta cwasah). (Bhagavadgita V.28)
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             2.      Mantra-Mantra yang memerintahkan untuk saling  bertoleransi dalam ber-agama/ berkepercayaan kepada Tuhan YME dan tidak saling bermusuhan dan selalu mengusahakan kesejahteraan umat manusia

Aku tidak pernah iri dan selalu bersikap adil terhadap semua mahluk, bagi-Ku tidak ada yang paling Aku benci dan tidak ada yang paling Aku kasihi, tetapi yang berbakti kepadaku, Dia berada pada-Ku dan Aku bersamanya / Samo ‘ham sarvabhutesa, na medewsyo ‘sti na priyah, ye bhajanti tu mam bhaktya, mayite besu ca’pyaham, (Bhagavadgita IX.29) 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    
Denganalan apapun  manusia mendekati-Ku,  semuanya Kuterima sama,  manusia menuju jalan-Ku dari berbagai jalan. /Ye Yatha Mam Prapadyante,Tams Tathal Va Bhajamy Aham,   Mama Vartma Nuvartante, Manusyah Partha Arvasah,    (Bhagawadgita, IV.11)                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         

Apapun bentuk kepercayaan yang ingin dipeluk oleh penganut Agama, Aku perlakukan kepercayaan mereka sama, supaya tetap teguh dan sejahtera/ Yo yo yam yam tanum bhaktah,sraddaya 'rcitum icchati,     tasya-tasya calam sraddham, tam ewa widadhamyaham (BG.VII.21)                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             

Berpegang teguh pada kepercayaan itu, mereka berbakti pada keyakinan itu pula dan dari padanya memperoleh harapan mereka, yang sebenarnya hanya dikabulkan oleh-Ku/ Sa taya sraddhaya yuktas, tasya radhanam ihate, labhate ca tatah kaman, mayai wa wihitan hi tah, (Bhagavadgita VII.22)

Akan tetapi hasil yang didapat mereka, orang-orang yang berpikiran picik adalah sementara, Yang menyembah Dewata pergi ke pemujaan Dewa-dewa, tetapi para pemuja-Ku datang langsung kepada-Ku/ Antawat tu phalam sesam, tad bhawatu alpamedhasam, dewam dewayajo yanti, mad bhakta yanti mamapi ( Bhagavadgita VII.23).

Yang bekerja untuk-Ku,menjadikan Aku sebagai tujuan utama,selalu berbakti kepada-Ku, tiada bermusuhan tehadap semua insani ( semua umat manusia), dia sampai kepada-Ku/Matkarmakrin matparamo, madbhaktah sangavarjitah, nirvairah sarvabhuteshu, yah sa mam eti (BG. XI.55)

Dengan menahan panca indrya dan hawa nafsu, selalu seimbang (tenang) dalam segala situasi, selalu berusaha untuk kesejahteraan umat manusia (semua insani), mereka juga sampai kepada-Ku/Samniyamye ‘ndriyagramam, sarvatrasamabuddhayah, te prapnuvanti mam eva, sarvebhutahite ratah (BG.XII.4)
3.      Perintah Hyang Widdhi supaya umat manusia hidup Bersatu dan Rukun

Didalam Atharvaveda III.30.4 . Hyang Widdhi bersabda :

Wahai umat Manusia, persatuanlah yang menyatukan semua para Dewa, Aku memberikan yang sama kepadamu juga sehingga kalian mampu menciptakan persatuan diantara kalian./ Yena deva naviyanti, no ca vidvisate mithah, tat krnmo brahma vo grhe,samjnanam purunebhyah

Karena Aku berada dalam tubuh manusia, mereka yang dunggu tidak menghiraukan Aku, tidak mengetahui prakerti-Ku yang lebih tinggi, sebagai raja agung alam semesta/Awajananti mam mudha, manusim tanum asritam, param bhawam ajananto, mama bhutamaheswaram (BG. IX.11)

Dia yang melihat Tuhan bersemayam didalam semua mahluk, yang tidak dapat dimusnahkan, walaupun berada pada mereka yang dapat musnah, sesungguhnya ialah yang melihat. (BG. XIII.27))/samam sarwesu bhutesu, tistantam parameswaram, winasyatawa awinasyantam,yah pasyati sa pasyati

Sesungguhnya ia yang melihat Tuhan bersemayam sama dimana-mana, ia tidak akan menyakiti jiwa dengan jiwa dan ia pun mencapai tujuan utama(BG.XIII.28)/Samam pasyani hi sarwatra, sama wasthitam iswaram,na hinasty atmana’tmanam,tato yati param gatim(BG.XIII.28)

Dari beberapa kutipan tersebu dapat ditarik kesimpulan bahwa semua manusia diperintahkan untuk hidup rukun dan hidup saling hormat mengormati, karena didalam diri manusia terdapat dzat hidup yang merupakan percikan Tuhan yaitu  Atma.  Atman Brahman Aikiam  yang artinya setiap orang mempunyai inti dari percikan suci yang sama yaitu Brahman/Tuhan YME. Sehingga setiap orang harus memperlakukan orang lain ( tidak perduli suku, ras, kebangsaan, kepercayaan, agama dll) sama. Seperti ia memperlakukan dirinya sendiri. Karena semua mahluk hidup berasal dari dzat yang sama, maka semua mahluk adalah satu keluarga, disebut juga Vasudaiva kutumbakam




Fanatisme buta menutup toleransi dan kerukunan umat beragama

Keyakinan terhadap perintah Trikayaparisudha, Tat Wam Asi, Tri Hita Karana,  catur paramita serta Atman Brahman Aikiam, Sad Ripu dan Sad Atatayi menuntun manusia untuk mensucikan diri  dari kebodohan dan kegelapan batin, dan menjauhkan diri dari sikap marah, serakah dan nafsu.  Sikap-sikap negatif yang sering muncul  diakibatkan oleh ketidaktahuan (avidya), juga  didorong oleh sikap fanatisme buta yaitu sikap yang tidak mau menerima kebenaran dari sumber lain (buku-buku lain),  suatu sikap yang hanya meyakini kebenaran mutlak hanya ada pada  satu sumber.

Penganut sikap fanatisme buta ini tidak menyadari  bahwa Tuhan YME adalah maha segalanya, sehingga membatasi kemahakuasaannya hanya pada satu kelompok agama, atau satu kelompok bangsa  tertentu.  Fanatisme yang buta sering  menganggap rendah agama lain namun sensitif terhadap agamanya sendiri.   Sikap seperti ini sering sekali meminta korban  darah bahkan nyawa manusia untuk dipersembahkan atas nama Tuhannya.

Munculnya sikap fanatisme buta semata-mata karena pengetahuan dan pemahaman yang sempit terhadap agamanya sendiri dan tidak membuka diri untuk mengetahui kebenaran dari sumber-sumber lain. 

Di samping sikap fanatisme buta tersebut ada juga sikap yang toleran yang dapat mewujudkan rasa kerukunan umat beragama,  sikap taat pada agama yang dipeluknya tetapi tidak merendahkan agama lain. Sikap semacam ini muncul  karena  memiliki pengetahuan yang baik tentang agamanya dan juga membuka diri untuk mendengar kebenaran lain dari berbagai sumber, termasuk kebenaran yang terdapat dari agama  lain.


Langkah-langkah meningkatkan kerukunan umat beragama

Untuk  meningkatkan kerukunan hidup beragama, langkah yang paling penting dilakukan adalah :

·     Mengajarkan kepada setiap umat beragama untuk selalu berpikir positif terhadap orang lain, bertutur kata yang tidak propokatif dan tidak membuat pendengarnya sakit hati,  berperilaku baik, seperti : tidak melanggar norma-norma umum,  norma kesusilaan, norma adat istiadat,  maupun norma hukum negara/tidak melanggar hukum Negara.

·   Menumbuhkan penghargaan,  saling pengertian, toleransi,  serta  belajar untuk saling memahami diantara umat beragama. Dan tidak berbuat hal-hal yang dapat menyinggung sentimen keagamaan.

·  Untuk menumbuhkan penghargaan dan saling pengertian, maka setiap umat bergama, hendaknya mengerti secara baik dan benar tentang agamanya sendiri dan dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup dan benar tentang agama lainnya, sehingga mengetahui hal-hal baik di agama lain dan mengetahui pula hal-hal yang sangat dilarang/ditabukan/diharamkan di agama lain.


·     Para pemimpin agama bekerja sama dengan pemimpin agama lainnya (Islam, Hindu, Kristen,     Budha dan Konghucu) untuk mengatasi musuh bersama umat manusia yaitu : Keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan dan penyakit sosial lainnya.

·     Para pemuka agama, pemimpin lembaga-lembaga keagamaan dan pemerintah, supaya selalu mempromosikan :  toleransi, kerukunan dan kedamaian diantara para pemeluk agama di masyarakat, sekolah-sekolah umum, sekolah-sekolah keagamaan, maupun ditempat-tempat ibadah.

·    Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) lebih diberdayakan sampai kedesa-desa, dengan lebih sering mengadakan dialog-dialog kerukunan, sekaligus sebagai ajang silaturahmi antar umat beragama.

·         Dalam momen-momen hari penting Bangsa Indonesia, seperti HUT RI, Hari Sumpah Pemuda dls. pemerintah supaya mempasilitasi kegiatan-kegiatan yang bernuansa Kerukunan dan persatuan bangsa, seperti mensponsori seminar/simposium kerukunan beragama dengan melibatkan komponen perwakilan agama-agama.


 Penutup

Demikian beberapa hal yang dapat kami sampaikan  dalam forum  ini,  semoga  peserta Forum dialog ini dapat bertindak sebagai pejuang kerukunan umat beragama dan pelopor kerukunan dimanapun berada. Mudah-mudahan dikemudian hari Negara dapat menyediakan satya lencana khusus bagi para pejuang kerukunan beragama.  Serta menghukum seberat-beratnya propokator yang anti kerukunan yang selalu berlindung dibalik isu SARA.

 Om sarve sukhino bhavantu, sarve sàntu niramayaá, sarve bhadràni pasyantu, ma kaucid duákha bhag bavet

Semoga Hyang Widhi menganugrahkan kebahagian kepada semua mahluk,  menganugrahkan kedamaian kepada kami semuanya,  menganugrahkan saling pengertian dan pandangan yang baik di antara kami, Semoga Hyang Widdhi menjauhkanlah kami semua dari segala kedukaan dan halangan.

Om Sànti Sànti Sànti Om.                                                                                           Semoga damai, damai di langit, damai di bumi, damai di hati dan damai dimana-mana.